Prahara Industri Tekstil Indonesia: Imbas Impor dan Geopolitik

Samarpratik > Berita Terbaru > Prahara Industri Tekstil Indonesia: Imbas Impor dan Geopolitik

Prahara Industri Tekstil Indonesia: Imbas Impor dan Geopolitik

Industri tekstil Indonesia tengah menghadapi tantangan besar. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengungkapkan kekhawatiran terkait penurunan kinerja industri ini, yang menurutnya dipicu oleh praktik impor yang tidak terkendali dan dugaan permainan oleh oknum tertentu.

“Dengan adanya impor yang tidak dibatasi, barang dari negara tertentu masuk bebas. Ini bisa jadi akibat tindakan oknum-oknum tertentu yang merugikan industri tekstil kita, termasuk industri rumahan dan UMKM,” kata Arsjad dalam sebuah acara di Jakarta pada Selasa (25/6).

Praktik impor yang tidak terkendali ini tidak hanya berdampak pada pabrik-pabrik besar tetapi juga merugikan industri rumahan dan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bergerak di sektor tekstil. Hal ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat, yang membuat banyak usaha tekstil lokal sulit bertahan.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menegaskan bahwa kondisi penjualan di industri tekstil semakin lesu. Menurutnya, penurunan pesanan terus terjadi di sejumlah pabrik tekstil di Indonesia, memaksa mereka melakukan efisiensi, termasuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ribuan pekerja.

“Data menunjukkan bahwa sekitar 13.800 buruh tekstil telah terkena PHK dari Januari hingga awal Juni 2024. Ini paling masif terjadi di Jawa Tengah, seperti pada grup Sritex yang telah melakukan PHK di beberapa pabriknya,” jelas Ristadi.

Direktur Keuangan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Weilly Salam mengakui bahwa industri tekstil sedang menghadapi masa sulit, dipengaruhi oleh kondisi geopolitik global dan membanjirnya produk tekstil murah dari China. Konflik seperti perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina telah menyebabkan gangguan rantai pasok dan penurunan ekspor, sementara permintaan di pasar utama seperti Eropa dan Amerika Serikat bergeser.

“Situasi geopolitik serta gempuran produk tekstil dari China terus menekan penjualan kami. Meski demikian, perusahaan tetap beroperasi dengan mengandalkan kas internal dan dukungan sponsor,” ujar Weilly dalam pernyataan resminya.

Melihat situasi ini, Presiden Joko Widodo mengumpulkan sejumlah menteri untuk membahas langkah-langkah strategis guna mendukung industri tekstil dalam negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa pemerintah akan menerapkan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap komoditas tekstil impor, sebagai bentuk perlindungan terhadap industri lokal.

“Kami merespons permintaan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk menerapkan kebijakan ini guna menahan serbuan produk tekstil impor, terutama dari China,” kata Sri Mulyani.

Dengan upaya bersama antara pemerintah dan sektor industri, diharapkan prahara yang menimpa industri tekstil Indonesia dapat diatasi, dan industri ini bisa kembali bangkit dan bersaing di pasar global.

Demikian informasi seputar pergerakan industri tekstil Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Samarpratik.Com.