Kemungkinan Larangan Ekspor Tembaga oleh Presiden Jokowi, Indonesia Harus Bisa Bangun Sistem Hilirisasi Mineral Sendiri?

Samarpratik > Berita Terbaru > Kemungkinan Larangan Ekspor Tembaga oleh Presiden Jokowi, Indonesia Harus Bisa Bangun Sistem Hilirisasi Mineral Sendiri?

Kemungkinan Larangan Ekspor Tembaga oleh Presiden Jokowi, Indonesia Harus Bisa Bangun Sistem Hilirisasi Mineral Sendiri?

Dikabarkan bahwa Presiden Jokowi (Joko Widodo) terlihat membuka kemungkinan pelarangan ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini. Hal ini dilakukan supaya bahan mentah dan mineral RI bisa memberikan nilai tambah bagi ekonomi dalam negeri.

Menurutnya, larangan ekspor tembaga dan bahan mentah sesuai dengan upaya Bung Karno yang menyatakan menolak imperialisme dan memperluas kerja sama yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, dengan hilirisasi tembaga Indonesia juga akan lebih diuntungkan dibanding ekspor bahan mentah.

Jokowi juga tidak takut jika kelak ada negara yang kembali menuntut Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) karena larangan ekspor tersebut. “Masalah nikel kalah di WTO, kita terus, Justru kita tambah stop bauksit dan mungkin pertengahan tahun kita tabah lagi stop tembaga,” katanya dalam acara HUT PDIP ke-50 pada Selasa, 10 Januari.

Mantan wali kota Solo itu menuturkan pekerjaan besar Indonesia ke depan adalah membangun sebuah sistem agar hilirisasi mineral mentah seperti nikel, bauksit, tembaga, dan timah bisa terintegrasi. Dengan begitu, kata dia, produksi barang jadi ataupun setengah jadi dari komoditas tersebut yang dilakukan di dalam negeri bisa memberikan nilai tambah dan pembukaan lapangan kerja baru.

“Semua harus terintegrasi sehingga nantinya ini menjadi ekosistem bagi kendaraan listrik karena seluruh negara membutuhkan. Tahapannya masuk ke baterai listrik dulu,” imbuh Jokowi.

Sejak tiga tahun lalu, Jokowi sudah melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri. Kegiatan ekspor yang dilarang itu dibarengi dengan pengembangan hilirisasi di dalam negeri. Meski telah digugat dan kalah oleh Uni Eropa (UE) di WTO, Indonesia terus maju dan mengajukan banding. Dengan pelarangan ekspor itu, Jokowi mengklaim Indonesia mendapatkan lompatan nilai tambah yang signifikan, dari yang sebelumnya hanya berkisar Rp17 triliun menjadi Rp360-an triliun pada 2021.