Sanksi AS Batasi Ekspor Iran Pengaruhi Naiknya Harga Minyak Dunia
Sanksi AS Batasi Ekspor Iran Pengaruhi Naiknya Harga Minyak Dunia
Naiknya harga minyak pada akhir perdagangan Senin atau Selasa pagi WIB (4/9), ditunjang dengan kekhawatiran penurunan produksi minyak Iran akan mengurangi pasar global, sesudah hukuman yang diberikan AS mulai November 2018. Tetapi laju kenaikan harga minyak dikendalikan pasokan yang lebih tinggi dari OPEC dan Amerika Serikat.
Tolok ukur global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober naik US$ 0,37 atau 0,47 persen menjadi US$ 78,01 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik US$ 0,29 atau 0,41 persen menjadi US$ 70,09 per barel di New York Mercantile Exchange.
Kedua tolok ukur sudah meningkat kuat selama dua pekan terakhir, dimana Brent naik lebih dari 10 persen ditunjange kspektasi bahwa pasokan global akan berkurang pada tahun ini.
Koalisi pimpinan-Saudi yang berperang di Yaman mengatakan pada Senin (3/9) bahwa mereka sudah menghancurkan rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi yang beraliansi dengan Iran di kota Jizan, kawasan selatan Saudi. Secara terpisah Houthi menargetkan rudal pada fasilitas Saudi Aramco.
Tak ada laporan kerusakan oleh koalisi, dalam sebuah tweet media Al Arabiya milik Saudi dan juga Houthi. Sementara sanksi AS telah memberi sebuah batasan ekspor dari Iran.
Namun pasar minyak global masih menerima pasokan cukup. Produksi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) naik 220.000 barel per hari pada Agustus ke tingkat tertinggi tahun ini 32,79 juta barel per hari, dengan survei Reuters. Didorong oleh produksi Libya dan ekspor dari selatan yang naik ke level rekor tertinggi.
Pengebor AS menambahkan rig minyak untuk pertama kalinya dalam tiga pekan, meningkatkan sebanyak dua rig menjadi 862 rig. Jumlah rig yang tinggi telah mengangkat produksi minyak mentah AS lebih dari 30 persen dari pertengahan 2016 menjadi 11 juta barel per hari.
Sementara sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya, termasuk Tiongkok dan Uni Eropa, diperkirakan akan merugikan permintaan minyak, semenjak sengketa tak langsung.